Legenda Putri Mandalika Menjadi Cacing Laut

Legenda Putri Mandalika Menjadi Cacing Laut
Image

Cacing merupakan salah satu hewan yang biasa ditemukan di dalam tanah. Namun, siapa sangka cacing juga bisa ditemukan dengan mudah di pasir pantai.


Hal ini dibuktikan oleh beberapa orang yang dengan mudahnya meraup cacing di tepian pantai. Mulai dari cacing berukuran kecil, cacing warnawarni, hingga cacing yang berukuran besar. 


Fakta ini ternyata baru diketahui oleh kebanyakan orang, sehingga membuat mereka berfikir dua kali jika bermai di pasir pantai.


Baca Juga: Mayat Dimakan Burung Pemakaman Langit Tibet


Di Indonesia ada juga spesies cacing pantai yang biasanya diburu untuk dimasak, contohnya Di lombok, ada Festival untuk berburu cacing laut yang berwarna-warni.


Masyarakat lombok menyebut bau nyale, yang konon katanya cacing warna-warni ini adalah perwujudan dari Putri Mandalika yang cantik.


Cacing laut jenis ini memiliki protein tiga kali lebih tinggi daripada ikan. Oleh karena itu, banyak warga yang langsung memakannya atau bawa pulang untuk dimasak. 


Cacing jenis ini dapat diiolah jadi berbagai makanan, cacing jenis nyale dapat diolah menjadi berbagai santapan yang biasanya warga lokal biasa menyajikan nyale dalam bentuk pepes, goreng, atau menjadi hidangan lainya.


Apa itu Bau Nyale 

Nyale adalah kudapan tradisional masyarakat Lombok yang unik. Sebab, memiliki bahan dasar cacing laut. Uniknya lagi, mengolah kudapan ini hanya dilakukan selama satu tahun sekali. Tepatnya, saat perayaan festival Bau Nyale (menangkap nyale).


Bau Nyale berasal dari Suku Sasak di Lombok Selatan, sebuah perayaan yang berasal dari legenda Putri Mandalika. "Bau" dalam bahasa setempat berarti menangkap, sementara "Nyale" adalah sejenis cacing laut berwarna-warni yang muncul setahun sekali di beberapa lokasi tertentu di pantai Lombok.


Selama Festival Bau Nyale, masyarakat lokal berburu cacing warna-warni itu pada malam atau dini hari sebelum terbit matahari. Bahkan, banyak dari mereka yang menginap di sekitar pantai untuk berburu selama beberapa hari.


Saat waktunya tiba, masyarakat Lombok akan berbondong-bondong memburu Nyale di sejumlah pantai, salah satunya Pantai Seger Kuta, Ungkap peneliti Ilmu Kajian Budaya Universitas Pendidikan Mandalika.


Cacing Nyale Itu Jenis Cacing Apa?

Nyale sendiri merupakan jenis Palola viridis. Yakni cacing perairan air laut dari famili Eunicidae, anggota cacing bersekat yang banyak hidup di pantai-pantai Indo-Pasifik beriklim tropis dan subtropis.


Jenis cacing ini disebut oleh masyarakat lokal Indonesia sebagai cacing palolo maupun nyale. Cacing Palola viridis tinggal di dasar perairan dangkal dekat pantai, di mana mereka menggali liang-liang vertikal dalam pasir atau lumpur. Mereka cenderung hidup dalam koloni besar.


Cacing tersebut memiliki tubuh panjang dan silindris dengan segmen-segmen yang jelas terlihat. Mereka memiliki sepasang parapodia, yaitu "kaki" kecil yang membantu dalam pergerakan dan bernapas. Cacing Palola viridis memiliki warna hijau terang atau kebiruan, yang menjadi ciri khasnya.


Pada malam hari saat pembiakan massal terjadi, cacing Palola viridis naik ke permukaan air dengan gerakan yang berirama dan terkoordinasi. Hal ini sering terjadi pada malam hari dengan kondisi pasang surut tertentu. Fenomena ini cukup menarik dan menakjubkan karena banyak cacing tiba-tiba muncul di perairan dangkal.


Legenda Cerita Putri Mandalika 

Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, nyale merupakan reinkarnasi dari putri Mandalika yang dipercaya oleh masyarakat Lombok. Putri Mandalika menceburkan diri ke laut akibat suatu permasalahan yang pernah ada pada zaman kerajaan Lombok.


Konon setelah sang putri tenggelam di laut, muncul binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak, yang kini disebut sebagai Nyale. Binatang laut inilah yang diyakini oleh masyarakat Lombok sebagai jelmaan putri Mandalika.


Putri Mandalika menceburkan diri ke laut pada tanggal 20 bulan ke-10 tahun Sasak. Menurut perhitungan kalender suku Sasak, bulan ke-1 dimulai pada 25 Mei dan setiap bulan memiliki 30 hari. Berbeda dengan tahun Masehi, bulan ke-10 tahun Sasak jatuh pada Februari.


Oleh karena itu Saat festival Bau Yale tiba, masyarakat akan berlomba-lomba untuk mengambil binatang itu sebanyak-banyaknya.


Masyarakat NTB banyak yang mengikuti tradisi ini karena meyakini nyale dapat mendatangkan kesejahteraan bagi yang menghargainya dan keburukan bagi orang yang meremehkannya.


Video Terkait:



Previous Post Next Post